ISLAMISME dan DEMOKRASI ISLAM
Islamisme adalah sebuah paham yang pertama kali dicetuskan oleh Jamal-al-Din Afghani atau Sayyid Muhammad bin Safdar al-Husayn (1838 - 1897) (Persia: سید محمد بن صفدر حسینی), umumnya dikenal sebagai Sayyid Jamal-Al-Din Al-Afghani, (Persia: سید جمال الدین الافغاني) atau Al-Jamal Asadābādī-Din (Persia: جمال الدین اسدآبادی) sebagai paham politik alternatif dalam menyatukan negara-negara termasuk di daerah Mandat Britania atas Palestina yang mempunyai akar budaya dan tradisi yang berbeda dengan budaya dan tradisi Arab dalam tulisan di majalah al-'Urwat al-Wuthqa, kemudian dikembangkan dan dikenal pula sebagai Pan Islamisme.
Demokrasi Islam secara umum : adalah ideologi politik yang bertujuan untuk menerapkan prinsip-prinsip agama Islam ke dalam kebijakan publik. Ideologi ini muncul pada awal perjuangan pembebasan atas daerah di mandat Britania atas Palestina kemudian menyebar akan tetapi di sejumlah negara-negara dalam pratiknya telah mencair dengan gerakan sekularisasi.
1. PENGERTIAN DEMOKRASI ISLAM
Sebenarnya, istilah demokrasi-islam
merupakan istilah yang mengalami contradictio in terminis.Sebab
demokrasi-Islam terdiri dari dua istilah yang mewakili dua konsep yang
asing antara satu dengan yang lain. Islam adalah sebuah sistem kehidupan
yang terbangun dari pandangan hidup tertentu (aqidah islam), dan Islam
merupakan sebuah prinsip nilai adi luhung dalam membangun komunikasi
komprehensif, baik dalam konteks kemanusiaan, maupun lingkungan dan
peribadahan (hablum minallah).
. Sedangkan demokrasi merupakan model
pemerintahan yang ditelorkan dari pandangan hidup yang lain (bukan
aqidah islam), dan demokrasi merupakan prinsip hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Singkatnya, islam adalah idiologi tersendiri,
sedangkan demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari
idiologi lain, yaitu liberalisme-sekuler.
Demokrasi-islam adalah
kamuflase yang memperdaya umat muslim. Dan penipuan itu harus segera
diakhiri agar umat terentaskan dari kubangan lumpur.
Tidak bisa
dikatakan bahwa demokrasi di sini hanya merupakan kata serapan yang bisa
saja dipakai untuk mensifati sebuah karakter dari islam. Demokrasi
merupakan istilah yang memiliki pengertian yang telah mapan. Pengertian
itu digunakan oleh seluruh dunia untuk menyebut sistem pemerintahan yang
menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Ia merupakan sistem
pemerintahan yang lahir dari idiologi liberalisme-sekuler. Kendati
demikian, Islam dan demokrasi memiliki peranan yang sama pentingnya
dalam membangun masyarakat madani di Indonesia.
2. ISLAM DAN TANTANGAN DEMOKRASI
Dalam
sebuah system demokrasi,Rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada
gilirannya berfungsi menjamin perlindungan terhadap kesejahteraan dan
kepentingan setiap orang yang memiliki kedaulatan itu. Demokrasi juga
sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan
hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi,seperti egalite
(persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak
asasi manusia), dst.
Dari sudut pandang islam,Demokarasi menyuguhkan
sebuah tantangan bahwa hukum yang di buat oleh sebuah system
pemerintahan dipandang tidak sah karena ia menggantikan kedaulatan Tuhan
dengan otoritas manusia.Dalam agama islam,Tuhan adalah satu-satunya
pemegang kedaulatan dan sumber hukum tertinggi.
Jadi,bagaimana konsep demokarasi tentang otoritas rakyat dapat diserasikan dengan ajaran islam tentang otoritas Tuhan.
Menjawab pertanyaan ini sangat penting sekaligus luar biasa
beratnya,baik dari sisi politis maupun dari konsep.Dari sisi
politis,Demokrasi menghadapi sejumlah kendala praktis di Negara islam
seperti taradisi politik otoriter, sejarah imperialisme
,kolonialisme,dan dominasi Negara terhadap aktivitas ekonomi dan
kehidupan masyarakat.dari sisi konseptual, Demokarasi modern telah
berkembang selama berabad-abad dalam konteks dunia eropa Kristen pasca
reformasi yang sangat unik.Jadi Demokrasi islam tidak akan terwujud.
tapi, orang-orang islam yang menjadikan islam sebagai kerangka rujukan
yang otoratitatif, bisa menyakini bahwa demokrasi islam sebuah kebaikan
etis ,dan bahwa upaya mengejar kebaikan tersebut tidak berarti harus
meninggalkan islam.
• Demokrasi dan kedaulatan Tuhan
Kasus Demokrasi
Beberapa
pertimbangan mengungkapkan bahwa demokarsi terutama demokrasi
konstitusional yang melindungi hak-hak Iindividu,hak asasi manusia
(pasal 28 A – 28 J) yang paling mendasar adalah bentuk pemerintahan yang
di maksud.Demokrasi dengan memberikan hak yang sama kepada semua orang
untuk berekspresi, berkumpul, dan mengunakan hak pilih menawarkan
peluang yang besar untuk menjunjung keadilan dan melindungi martabat
manusia ,tanpa menjadikan Tuhan sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas ketidakadilan yang diderita manusia.Gagasan utama dalam Alquran
adalah bahwa Tuhan telah menanamkan ke dalam diri manusia sifat-sifat
ilahi dengan menjadikan semua manusia sebagai wakil Tuhan (khalifah) di
muka bumi.Khailifah Tuhan tidak memiliki kesempurnaan penilaian dan
kehendak seperti yang dimiliki Tuhan. Jadi demokarsi memang tidak
menjamin terlaksanaanya keadilan hakiki.Tapi ia dengan sungguh–sungguh
membangun sebuah landasan.untuk menegakkan keadilan.dalam sebuah
demokrasi representative, beberapa individu tertentu memiliki otoritas
yang lebih besar daripada individu lainnya. tapi sebuah system demokrasi
menjadikan otoritas tersebut sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
semua orang dan dengan demikian menentang kecenderungan kebal hukum dari
orang-orang yang berkuasa.
Tuhan sebagai pemegang kedaulatan
Dalam
demokrasi ’’kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat’’ (pasal 1 ayat 2).
Bagi
orang-orang yang beriman, Tuhan adalah Maha Kuasa dan Pemilik langit
dan bumi. Dalam klaim tentang kedaulatan Tuhan mengasumsikan bahwa
pemegang kekuasaan legislative dari Tuhan akan berusaha mengatur semua
bentuk interaksi manusia, bahwa syariat merupakan aturan moral yang
lengkap yang menyediakan aturan tentang semua peristiwa. konsep tentang
kedaulatan Tuhan akan selalu menjadi alat bagi system otoritarianisme
dan hambatan bagi demokrasi. Dan sudut pandang otoriter tersebut justru
merendahkan kedaulatan Tuhan.
• Pemerintahan dan Hukum
Kaidah hukum
Karakteristik
utama sebuah pemerintahan islam yang sah adalah bahwa ia tunduk pada
dan dibatasi oleh hukum syariat. konsep ini memberikan dukungan bagi
tegaknya kaidah hukum. kita harus dapat membedakan antara supremasi
hukum dengan seperangkat aturan hukum. Kedua istilah itu agak berbeda,
dan keduanya sama-sama dibahas dalam tradisi hukum islam. penegakan
kaidah hukum tidak mesti berarti bahwa pemerintahan terikat dengan
kitab hukum yang memuat aturan –aturan khusus ia justru dapat
ditafsirkan sebagai perintah agar pemerintahan mengikatkan diri dengan
proses pembuatan dan penafsiran hukum, dan bahkan tuntutan yang lebih
penting lagi adalah bahwa proses itu sendiri harus terikat dengan
komitmen moral terutama terhadap martabat dan kebebasan manusia. Dimensi
penting yang terkait dengan tantangan terhadap pembentukan kaidah hukum
adalah hubungan yang kompleks antara syariat dengan prakrtik
adminisratif Negara atau politik hukum.
Sebagai pelaksana hukum
Tuhan, Negara di beri mandat yang luas untuk mengeluarkan kebijakan
tentang persoalan yang menyangkut kepentingan public. Aturan-aturan yang
dibuat Negara bisa dipandang sah dan harus ditegakkan selama
aturan-aturan tersebut tidak bertolak belakang dengan hukum Tuhan,
seperti yang dipaparkan oleh para ahli hukum, atau tidak menyalahgunakan
kebijakan.Dalam adagium hukum para ahli hukum muslim, syariat dipandang
sebagai pilar hukum, dan politik adalah penjaganya.
Pemerintahan konsultatif
Alquran
menyuruh Nabi untuk berkonsultasi secara berkala dengan orang-orang
islam tentang semua persoalan penting, dan menegaskan bahwa sebuah
masyarakat yang menjalankan urusannya melalaui proses musyawarah
(syura) merupakan masyarakat terpuji di mata Tuhan. Syura menjadi forum
formal untuk meminta pendapat para ahl al-syura (orang-orang yang
diminta mengemukakan pendapat), yang menurut literature hukum merupakan
kelompok yang juga membentuk ahl al-’aqd (orang-orang yang memilih
penguasa). Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan
keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya
saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159 Dalam praktik
kehidupan umat Islam. Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai
bahan pertimbanagan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap
mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap
musyawarah juga merupakan bentuk dari berian penghargaan terhadap orang
lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan
bersama.
Para reformis modern menggunakan gagasan tentang
pemerintahan konsultatif sebagai bahan argumentasi untuk memperlihatkan
kesesuaian yang mendasar antara islam dan demokrasi. Dalam demokrasi
kita juga mengenal musyawarah yang termaktub dalam Pancasila sila ke
lima,dan dalam batang tubuh UUD Pasal 2. Namun sekalipun jika etika
syura dikembangkan menjadi sebuah konsep yang lebih luas tentang
pemerintahan partisipatif, persoalan tentang dominasi mayoritas
memperlihatkan bahwa komitmen moral yang melandasi proses pembuatan
hukum sama pentingnya dengan proses itu sendiri. Jadi sekalipun jika
syura diubah menjadi sebuah lembaga representasi partisipatif, ia
sendiri harus dibatasi oleh sebuah skema hak pribadi dan individual
yang berperan sebagai tujuan moral tertinggi, seperti keadilan.dengan
kata lain, syura harus dinilai bukan atas dasar apa yang dihasilkan,
tapi atas dasar nilai moral yang diwakilinya. oleh Karena itu, apa pun
nilai dari berbagai pandangan yang berlawanan, perbedaan pendapat tetap
ditolilerir karena hal tersebut dipandang sebagai bagian penting dari
penegakan keadilan.
Keadilan
Keadilan, artinya dalam menegakkan
hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus
dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis.
Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam
surat an-Nahl:90; QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst. Betapa
prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada
ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari
kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski
ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”. (lihat Madani, 1999:14). Dalam
demokrasi, keadilan juga termaktup dalam pancasila sila ke 5, dan
pembukaan UUD 1945 alinea ke 4.
• Hak –hak individu
Semua
demokrasi konstitusional memberikan perlindungan terhadap kepentingan
individu, seperti kebebasan untuk bicara dan berkumpul, kedudukan yang
sama di mata hukum, hak untuk memiliki harta benda, dan jaminan proses
hukum di pengadilan.tapi hak mana saja yang harus dilindungi, dan sejauh
mana perlindungan di berikan.kepentingan individu yang harus
diperlakukan sebagai hal yang tidak bisa di ganggu gugat. ia merupakan
kepentingan yang jika di langgar akan melukai rasa harga diri korban dan
menghancurkan kemampuannya untuk memahami eksistensinya.jadi penggunaan
penyiksaan dan larangan pemenuhan kebutuhan pangan dan perumahan, atau
sarana pertahanan hidup lainnya, seperti pekerjaan, merupakan hal yang
tidak bisa diterima.
Dalam islam, tujuan syariat menurut teori hukum
adalah mewujudkan kesejahteraan manusia. secara khusus, para ahli hukum
islam membagi kesejahteraan manusia kedalam tiga kategori:
kesejahteraan primer, kesejahteraan sekunder, kesejahteraan tersier.
menurut ahli hukum muslim, hukum dan kebijaakan pemerintah harus
memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, dan mengikuti urutan
perioritasnya. Tradisi hukum islam mengungkap sejumlah besar pandangan
yang memperlihatkan perlindungan terhadap individu.misalnya, para ahli
hukum muslim telah mengembangkan gagasan praduga tak bersalah dalam
kasus criminal perdata dan beragumen bahwa penuduh dibebankan
pembuktian.
Syariat dan Negara demokratis
Sebuah demokratis yang
muncul dari dalam wilayah agama islam harus menerima gagasan tentang
kedaulatanTuhan: ia tidak dapat meletakkan ’’kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’’ (pasal 1 ayat 2),
tapi justru harus memperlihatkan bagaimana kedaulatan rakyat beserta
gagasan bahwa warga Negara memiliki hak dan tanggung jawab yang
sebanding untuk mewujudkan keadilan dan kasih sayang mengekspersikan
otoritas Tuhan. sama halnya, ia tidak dapat menolak gagasan bahwa hukum
Tuhan di dahulukan daripada hukum manusia, tapi justru memperlihatkan
bagaimana pembentukan hukum yang demokratis menghormati prioritas
tersebut.
Bagian terbesar syariat tidak diterapkan secara explicit
oleh Tuhan. syariat justru mengandalkan upaya interpretasi agen manusia
untuk menghasilkan dan melaksanakan hukum-hukumnya. Namun sesungguhnya
syariat merupakan nilai inti yang harus dilestarikan oleh masyarakat.
Paradoks ini ditampilakan dalam bentuk ketegangan antara kewajiban untuk
hidup berlandaskan hukum Tuhan dengan kenyataan bahwa hukum tersebut
terbentuk semata melalui penetapan interpretassi subjektif manusia.
Syariat merupakan gagasan ideal Tuhan, berada di atas langit, dan tidak
terpengaruh atau tercemar oleh ketidak pastian. Oleh karena itu, syariat
bersifat kekal, suci dan tanpa cacat.
Dalam sejarah islam, secara
kelembagan ulama, yaitu para ahli hukum, dapat dan benar-benar bertindak
sebagai penafsir Firman Tuhan, penjaga moral masyarakat, dan pengawas
yang mengigatkan dan mengarahkan bangsa pada tujuan tertinggi, yaitu
Tuhan.Tapi hukum Negara, apa pun asal-usul dan landasanya, merupakan
milik Negara semata.Berdasarkan konsep ini, tidak ada hukum agama yang
dapat atau boleh ditegakkan oleh Negara. Semua hukum yang di jelaskan
diterapkan dalam sebuah Negara sepenuhnya merupakan hukum manusia, dan
harus diperlakukan sebagai hukum manusia. Hukum-hukum tersebut
merupakan bagian dari hukum syariat hanya sejauh pengertian bahawa
pendapat hukum manusia bisa dikatakan sebagai bagian dari syariat.
Sebuah undang-undang, sekalipun bersumber dari syariat, bukanlah
Syariat. Dalam ungkapan yang berbeda, manusia(creation), denagan seluruh
kekayaan tekstual dan non-tekstual, dapat dan harus menghasilakn hak
yang mendasar dan hukum yang teroprganisir (organizational law) yang
mampu menghargai dan menjunjung tinggi hak tersebut. Tapi hak dan hukum
itu tidak mencerminkan kesempuraan ciptaan Tuhan.berdasarkan paradigma
tersebut, demokarasi merupakan sebuah system yang memadai dari
persepektif islam Karen aselain mengungkapkan sisis penting manusia
yaitu statusnya sebagai khalifah Tuhan pada saat yang sama juga mencegaj
Negara bertindak sebagai juru bicara Tuhan dengan meletakkan otoritas
tertinggi di tangan rakyat,bukan di tangan ulama.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat
seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat
seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya.
Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap
sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar
menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif
dan distributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan,
bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan
karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk
dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab
(credible and accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan.
Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak
sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah
perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan
kontrol pemerintah.